Selasa, 17 Juli 2012

Akhlak Siswa Dalam Berinteraksi Dengan Lingkungannya


BAB I
PENDAHULUAN
A.     Latar Belakang  Masalah
Islam adalah agama yang memberikan arti yang sangat penting bagi kehidupan manusia. Islam memiliki dasar pokok yang menjadi pedoman bagi kehidupan manusia yakni al-Qur'an dan al-Hadits yang di dalamnya menguraikan dengan jelas tentang moral atau akhlak dalam kegiatan manusia. Akhlak dalam Islam merupakan salah satu aspek yang sangat penting.
Namun nampaknya melihat fenomena yang terjadi kehidupan umat manusia pada zaman sekarang ini sudah jauh dari nilai-nilai al-Qur’an. Akibatnya bentuk menyimpangan terhadap nilai tersebut mudah ditemukan di lapisan masyarakat. Hal ini dapat dilihat dari berbagai peristiwa yang terjadi, yang menunjukkan penyimpangan terhadap nilai yang terdapat di dalamnya. Minimnya pengetahuan masyarakat terhadap pemahaman al-Qur’an, akan semakin memperparah kondisi masyarakat berupa dekadensi moral. Oleh karena itu, untuk memurnikan kembali kondisi yang sudah tidak relevan dengan ajaran Islam, satu-satunya upaya yang dapat dilakukan adalah dengan kembali kepada ajaran yang terdapat di dalamnya.
Sangat memprihatinkan bahwa kemerosotan akhlak tidak hanya terjadi pada kalangan muda, tetapi juga terhadap orang dewasa, bahkan orang tua. Kemerosotan akhlak pada anak-anak dapat dilihat dengan banyaknya siswa yang tawuran, mabuk, berjudi, durhaka kepada orang tua bahkan sampai membunuh sekalipun. Untuk itu, diperlukan upaya strategis untuk memulihkan kondisi tersebut, di antaranya dengan menanamkan kembali akan pentingnya peranan orang tua dan pendidik dalam membina moral anak didik.
Lingkungan keluarga dalam hal ini orang tua memiliki peran yang sangat besar serta merupakan komunitas yang paling efektif untuk membina seorang anak agar berperilaku baik. Di sinilah seharusnya orang tua mencurahkan rasa kasih sayang dan perhatian kepada anaknya untuk mendapatkan bimbingan rohani yang jauh lebih penting dari sekedar materi. Seandainya dalam lingkungan keluarga sudah tercipta suasana yang harmonis maka pembentukan akhlak mulia seorang anak akan lebih mudah dan seperti itu pula sebaliknya.
Untuk dapat melaksanakan tugasnya dengan baik dalam membina anak, hendaknya setiap orang tua memahami terhadap kandungan yang ada di dalam al- Qur’an, khususnya yang terkait dengan akhlak mulia, karena bagi umat Muslim al-Qur’an merupakan referensi utama dalam mengatur hidupnya di samping hadits Rasulallah SAW. Islam sebagai agama yang universal meliputi semua aspek kehidupan manusia mempunyai sistem nilai yang mengatur hal-hal yang baik, yang dinamakan dengan akhlak Islami. Sebagai tolok ukur perbuatan baik dan buruk mestilah merujuk kepada ketentuan Allah SWT dan Rasul-Nya, karena Rasulallah SAW adalah manusia yang paling mulia akhlaknya. Sesuai dengan firman Allah SWT dalam al – Qur’an   Surat Al – Ahzab ayat 21 :
ôs)©9 tb%x. öNä3s9 Îû ÉAqßu «!$# îouqóé& ×puZ|¡ym `yJÏj9 tb%x. (#qã_ötƒ ©!$# tPöquø9$#ur tÅzFy$# tx.sŒur ©!$# #ZŽÏVx. ÇËÊÈ

Artinya: “Sesungguhnya Telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah.”
Pembinaan akhlak merupakan faktor yang sangat penting dalam membangun sebuah rumah tangga yang sakinah. Suatu keluarga yang tidak dibangun dengan tonggak akhlak mulia tidak akan dapat hidup bahagia sekalipun kekayaan materialnya melimpah ruah. Sebaliknya terkadang suatu keluarga yang serba kekurangan dalam masalah ekonominya, dapat bahagia berkat pembinaan akhlak keluarganya.
Di dalam al-Qur’an terdapat perilaku (akhlak) terpuji yang hendaknya diaplikasikan oleh umat manusia dalam kehidupan sehari-hari. Karena akhlak mulia merupakan barometer terhadap kebahagiaan, keamanan, ketertiban dalam kehidupan manusia dan dapat dikatakan bahwa ahklak merupakan tiang berdirinya umat, sebagaimana shalat sebagai tiang agama Islam. Dengan kata lain apabila rusak akhlak suatu umat maka rusaklah bangsanya.
Zuhairini mengutip bahwa penyair besar Ahmad Syauqi Beq pernah menulis: “Bangsa itu hanya bisa bertahan selama mereka masih memiliki akhlak. Apabila akhlak telah tiada dari mereka, bangsa itupun akan lenyap”.[1]
Syair tersebut menunjukkan bahwa akhlak dapat dijadikan tolok ukur tinggi rendahnya suatu bangsa. Seseorang akan dinilai bukan karena jumlah materinya yang melimpah, ketampanan wajahnya dan bukan pula karena jabatannya yang tinggi. Allah SWT akan menilai hamba-Nya berdasarkan tingkat ketakwaan dan amal (akhlak baik) yang dilakukannya. Seseorang yang memiliki akhlak mulia akan dihormati masyarakat akibatnya setiap orang di sekitarnya merasa tentram dengan keberadaannya dan orang tersebut menjadi mulia di lingkungannya. Melihat fenomena yang terjadi nampaknya di zaman sekarang ini akhlak mulia adalah hal yang mahal dan sulit diperoleh, hal ini seperti telah penulis kemukakan terjadi akibat kurangnya pemahaman terhadap nilai akhlak yang terdapat dalam al-Qur’an serta besarnya pengaruh lingkungan. Manusia hanya mengikuti dorongan nafsu dan amarah saja untuk mengejar kedudukan dan harta benda dengan caranya sendiri, sehingga ia lupa akan tugasnya sebagai hamba Allah SWT. Tidak dapat dipungkiri juga bahwa kemerosotan akhlak terjadi akibat adanya dampak negatif dari kemajuan di bidang teknologi yang tidak diimbangi dengan keimanan dan telah menggiring manusia kepada sesuatu yang bertolak belakang dengan nilai al-Qur’an. Namun hal ini tidak menafikan bahwa manfaat dari kemajuan teknologi itu jauh lebih besar daripada madharatnya. Masalah di atas sudah barang tentu memerlukan solusi yang diharapkan mampu mengantisipasi perilaku yang mulai dilanda krisis moral itu, tindakan preventif perlu ditempuh agar dapat mengantarkan manusia kepada terjaminnya moral generasi bangsa yang dapat menjadi tumpuan dan harapan bangsa serta dapat menciptakan dan sekaligus memelihara ketentraman dan kebahagiaan di masyarakat. Untuk dapat memiliki akhlak yang mulia sesuai dengan tuntunan al-Qur’an mestilah berpedoman pada Rasulallah SAW karena beliau memiliki sifat-sifat terpuji yang harus dicontoh dan menjadi panduan bagi umatnya. Nabi SAW adalah orang yang kuat imannya, berani, sabar dan tabah dalam menerima cobaan. Beliau memiliki akhlak yang mulia, oleh karenanya beliau patut ditiru dan dicontoh dalam segala perbuatannya. Allah SWT memuji akhlak Nabi dan mengabadikannya dalam ayat al-Qur’an yang berbunyi sebagai berikut:
y7¯RÎ)ur 4n?yès9 @,è=äz 5OŠÏàtã ÇÍÈ
Artinya : “Dan Sesungguhnya kamu benar-benar berbudi pekerti yang agung. (QS al Qalam [68]: 4)
Dalam sebuah hadits Nabi SAW, juga dijelaskan sebagai berikut:
انما بعثت لاتمم مك رم الاخلاق (روه امد و البيهقى)
Artinya : “Sesungguhnya aku diutus hanyalah untuk menyempurnakan keutamaan akhlak” (HR. Ahmad & Baihaqi).
Akhlak al-karimah merupakan sarana untuk mencapai kesuksesan dunia dan akhirat, dengan akhlak pula seseorang akan diridhai oleh Allah SWT, dicintai oleh keluarga dan manusia pada umumnya. Ketentraman dan kerukunan akan diraih manakala setiap individu memiliki akhlak seperti yang dicontohkan Rasulallah SAW. Mengingat pentingnya pembinaan akhlak bagi terciptanya kondisi lingkungan yang harmonis, diperlukan upaya serius untuk menanamkan nilai-nilai tersebut secara intensif. Pembinaan akhlak berfungsi sebagai panduan bagi manusia agar mampu memilih dan menentukan suatu perbuatan dan selanjutnya menetapkan mana yang baik dan mana yang buruk.
Berdasarkan hasil observasi sementara, peneliti menemukan data bahwa krisis akhlak terjadi di lingkungan Madrasah Ibtidaiyah Negeri Desa Teluk Sentosa Kecamatan Panai Hulu Kabupaten Labuhanbatu. Problematika akhlak tersebut antara lain; 1) dalam berbicara siswa suka berbohong, mengucapkan perkataan yang kasar, mengejek, dan berteriak – teriak di dalam kelas, 2) dalam bersikap siswa suka membangkang, jahil, keras kepala dan melalaikan tanggung jawab, 3) dalam berpakaian siswa suka membuka auratnya dan memakai asesoris yang berlebihan ke sekolah, 4) dalam berprilaku siswa suka berkelahi, mencuri, merokok, ,menonton aksi-aksi pornografi, bahkan sampai melakukan pergaulan bebas.
Berdasarkan permasalahan tersebut, maka peneliti tertarik untuk mengangkat permasalahan tersebut dan dituangkan dalam skripsi ini dengan judul : “Akhlak Siswa dalam Berinteraksi dengan Lingkungannya di Madrasah Ibtidaiyah Negeri Teluk Sentosa Kecamatan Panai Hulu Kabupaten Labuhanbatu
B.     Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah dalam penulisan skripsi ini adalah sebagai berikut:
1.      Bagaimana akhlak siswa dalam berinteraksi dengan kepala sekolah di Madrasah Ibtidaiyah Negeri Desa Teluk Sentosa Kecamatan Panai Hulu Kab. Labuhanbatu ?
2.      Bagaimana akhlak siswa dalam berinteraksi dengan guru di Madrasah Ibtidaiyah Negeri Desa Teluk Sentosa Kecamatan Panai Hulu Kab. Labuhanbatu ?
3.      Bagaimana akhlak siswa dalam berinteraksi dengan orang tua di Madrasah Ibtidaiyah Negeri Desa Teluk Sentosa Kecamatan Panai Hulu Kab. Labuhanbatu ?
4.      Bagaimana akhlak siswa dalam berinteraksi dengan teman sebaya di Madrasah Ibtidaiyah Negeri Desa Teluk Sentosa Kecamatan Panai Hulu Kab. Labuhanbatu ?
5.      Bagaimana koordinasi yang dilakukan kepala sekolah, guru dan orang tua dalam membina akhlak siswa di Madrasah Ibtidaiyah Negeri Desa Teluk Sentosa Kecamatan Panai Hulu Kab. Labuhanbatu ?
C.     Tujuan Penelitian
Adapun Tujuan Penelitian ini dibuat adalah untuk mengetahui :
1.      Akhlak siswa dalam berinteraksi dengan kepala sekolah di Madrasah Ibtidaiyah Negeri Desa Teluk Sentosa Kecamatan Panai Hulu Kab. Labuhanbatu.
2.      Akhlak siswa dalam berinteraksi dengan guru di Madrasah Ibtidaiyah Negeri Desa Teluk Sentosa Kecamatan Panai Hulu Kab. Labuhanbatu.
3.      Akhlak siswa dalam berinteraksi dengan orang tua di Madrasah Ibtidaiyah Negeri Desa Teluk Sentosa Kecamatan Panai Hulu Kab. Labuhanbatu.
4.      Akhlak siswa dalam berinteraksi dengan teman di Madrasah Ibtidaiyah Negeri Desa Teluk Sentosa Kecamatan Panai Hulu Kab. Labuhanbatu.
5.      Koordinasi yang dilakukan kepala sekolah, guru dan orang tua dalam membina akhlak siswa di Madrasah Ibtidaiyah Negeri Desa Teluk Sentosa Kecamatan Panai Hulu Kab. Labuhanbatu.
D.    Manfaat Penelitian
1.      Manfaat Teoritis
Secara teoritis penelitian ini bermanfaat dalam rangka pengembangan khasanah ilmu pengetahuan tentang : “Akhlak Siswa dalam Berinteraksi dengan Lingkungannya di Madrasah Ibtidaiyah Negeri Desa Teluk Sentosa Kecamatan Panai Hulu Kabupaten Labuhanbatu”
2.      Manfaat Praktis
Adapun secara praktis penelitian ini bermanfaat bagi :
1)      Kepala Sekolah
Kepala sekolah senantiasa membimbing para guru dalam meningkatkan pembinaan akhlak kepada siswa
2)      Guru
Guru senantiasa membina akhak siswa terhadap lingkunganya dengan baik kepada siswa.
3)      Orang Tua
Orang tua senantiasa memberikan contoh atau teladan yang baik kepada siswa.
4)      Siswa
Siswa agar senantiasa berkahklak ketika berinteraksi dengan lingkungannya.


[1] Dra. Zuhairini, dkk, Filsafat Pendidikan Islam, (Jakarta : Bumi Aksara, 2008), h. 53

BAB I
PENDAHULUAN
A.     Latar Belakang  Masalah
Islam adalah agama yang memberikan arti yang sangat penting bagi kehidupan manusia. Islam memiliki dasar pokok yang menjadi pedoman bagi kehidupan manusia yakni al-Qur'an dan al-Hadits yang di dalamnya menguraikan dengan jelas tentang moral atau akhlak dalam kegiatan manusia. Akhlak dalam Islam merupakan salah satu aspek yang sangat penting.
Namun nampaknya melihat fenomena yang terjadi kehidupan umat manusia pada zaman sekarang ini sudah jauh dari nilai-nilai al-Qur’an. Akibatnya bentuk menyimpangan terhadap nilai tersebut mudah ditemukan di lapisan masyarakat. Hal ini dapat dilihat dari berbagai peristiwa yang terjadi, yang menunjukkan penyimpangan terhadap nilai yang terdapat di dalamnya. Minimnya pengetahuan masyarakat terhadap pemahaman al-Qur’an, akan semakin memperparah kondisi masyarakat berupa dekadensi moral. Oleh karena itu, untuk memurnikan kembali kondisi yang sudah tidak relevan dengan ajaran Islam, satu-satunya upaya yang dapat dilakukan adalah dengan kembali kepada ajaran yang terdapat di dalamnya.
Sangat memprihatinkan bahwa kemerosotan akhlak tidak hanya terjadi pada kalangan muda, tetapi juga terhadap orang dewasa, bahkan orang tua. Kemerosotan akhlak pada anak-anak dapat dilihat dengan banyaknya siswa yang tawuran, mabuk, berjudi, durhaka kepada orang tua bahkan sampai membunuh sekalipun. Untuk itu, diperlukan upaya strategis untuk memulihkan kondisi tersebut, di antaranya dengan menanamkan kembali akan pentingnya peranan orang tua dan pendidik dalam membina moral anak didik.
Lingkungan keluarga dalam hal ini orang tua memiliki peran yang sangat besar serta merupakan komunitas yang paling efektif untuk membina seorang anak agar berperilaku baik. Di sinilah seharusnya orang tua mencurahkan rasa kasih sayang dan perhatian kepada anaknya untuk mendapatkan bimbingan rohani yang jauh lebih penting dari sekedar materi. Seandainya dalam lingkungan keluarga sudah tercipta suasana yang harmonis maka pembentukan akhlak mulia seorang anak akan lebih mudah dan seperti itu pula sebaliknya.
Untuk dapat melaksanakan tugasnya dengan baik dalam membina anak, hendaknya setiap orang tua memahami terhadap kandungan yang ada di dalam al- Qur’an, khususnya yang terkait dengan akhlak mulia, karena bagi umat Muslim al-Qur’an merupakan referensi utama dalam mengatur hidupnya di samping hadits Rasulallah SAW. Islam sebagai agama yang universal meliputi semua aspek kehidupan manusia mempunyai sistem nilai yang mengatur hal-hal yang baik, yang dinamakan dengan akhlak Islami. Sebagai tolok ukur perbuatan baik dan buruk mestilah merujuk kepada ketentuan Allah SWT dan Rasul-Nya, karena Rasulallah SAW adalah manusia yang paling mulia akhlaknya. Sesuai dengan firman Allah SWT dalam al – Qur’an   Surat Al – Ahzab ayat 21 :
ôs)©9 tb%x. öNä3s9 Îû ÉAqßu «!$# îouqóé& ×puZ|¡ym `yJÏj9 tb%x. (#qã_ötƒ ©!$# tPöquø9$#ur tÅzFy$# tx.sŒur ©!$# #ZŽÏVx. ÇËÊÈ

Artinya: “Sesungguhnya Telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah.”
Pembinaan akhlak merupakan faktor yang sangat penting dalam membangun sebuah rumah tangga yang sakinah. Suatu keluarga yang tidak dibangun dengan tonggak akhlak mulia tidak akan dapat hidup bahagia sekalipun kekayaan materialnya melimpah ruah. Sebaliknya terkadang suatu keluarga yang serba kekurangan dalam masalah ekonominya, dapat bahagia berkat pembinaan akhlak keluarganya.
Di dalam al-Qur’an terdapat perilaku (akhlak) terpuji yang hendaknya diaplikasikan oleh umat manusia dalam kehidupan sehari-hari. Karena akhlak mulia merupakan barometer terhadap kebahagiaan, keamanan, ketertiban dalam kehidupan manusia dan dapat dikatakan bahwa ahklak merupakan tiang berdirinya umat, sebagaimana shalat sebagai tiang agama Islam. Dengan kata lain apabila rusak akhlak suatu umat maka rusaklah bangsanya.
Zuhairini mengutip bahwa penyair besar Ahmad Syauqi Beq pernah menulis: “Bangsa itu hanya bisa bertahan selama mereka masih memiliki akhlak. Apabila akhlak telah tiada dari mereka, bangsa itupun akan lenyap”.[1]
Syair tersebut menunjukkan bahwa akhlak dapat dijadikan tolok ukur tinggi rendahnya suatu bangsa. Seseorang akan dinilai bukan karena jumlah materinya yang melimpah, ketampanan wajahnya dan bukan pula karena jabatannya yang tinggi. Allah SWT akan menilai hamba-Nya berdasarkan tingkat ketakwaan dan amal (akhlak baik) yang dilakukannya. Seseorang yang memiliki akhlak mulia akan dihormati masyarakat akibatnya setiap orang di sekitarnya merasa tentram dengan keberadaannya dan orang tersebut menjadi mulia di lingkungannya. Melihat fenomena yang terjadi nampaknya di zaman sekarang ini akhlak mulia adalah hal yang mahal dan sulit diperoleh, hal ini seperti telah penulis kemukakan terjadi akibat kurangnya pemahaman terhadap nilai akhlak yang terdapat dalam al-Qur’an serta besarnya pengaruh lingkungan. Manusia hanya mengikuti dorongan nafsu dan amarah saja untuk mengejar kedudukan dan harta benda dengan caranya sendiri, sehingga ia lupa akan tugasnya sebagai hamba Allah SWT. Tidak dapat dipungkiri juga bahwa kemerosotan akhlak terjadi akibat adanya dampak negatif dari kemajuan di bidang teknologi yang tidak diimbangi dengan keimanan dan telah menggiring manusia kepada sesuatu yang bertolak belakang dengan nilai al-Qur’an. Namun hal ini tidak menafikan bahwa manfaat dari kemajuan teknologi itu jauh lebih besar daripada madharatnya. Masalah di atas sudah barang tentu memerlukan solusi yang diharapkan mampu mengantisipasi perilaku yang mulai dilanda krisis moral itu, tindakan preventif perlu ditempuh agar dapat mengantarkan manusia kepada terjaminnya moral generasi bangsa yang dapat menjadi tumpuan dan harapan bangsa serta dapat menciptakan dan sekaligus memelihara ketentraman dan kebahagiaan di masyarakat. Untuk dapat memiliki akhlak yang mulia sesuai dengan tuntunan al-Qur’an mestilah berpedoman pada Rasulallah SAW karena beliau memiliki sifat-sifat terpuji yang harus dicontoh dan menjadi panduan bagi umatnya. Nabi SAW adalah orang yang kuat imannya, berani, sabar dan tabah dalam menerima cobaan. Beliau memiliki akhlak yang mulia, oleh karenanya beliau patut ditiru dan dicontoh dalam segala perbuatannya. Allah SWT memuji akhlak Nabi dan mengabadikannya dalam ayat al-Qur’an yang berbunyi sebagai berikut:
y7¯RÎ)ur 4n?yès9 @,è=äz 5OŠÏàtã ÇÍÈ
Artinya : “Dan Sesungguhnya kamu benar-benar berbudi pekerti yang agung. (QS al Qalam [68]: 4)
Dalam sebuah hadits Nabi SAW, juga dijelaskan sebagai berikut:
انما بعثت لاتمم مك رم الاخلاق (روه امد و البيهقى)
Artinya : “Sesungguhnya aku diutus hanyalah untuk menyempurnakan keutamaan akhlak” (HR. Ahmad & Baihaqi).
Akhlak al-karimah merupakan sarana untuk mencapai kesuksesan dunia dan akhirat, dengan akhlak pula seseorang akan diridhai oleh Allah SWT, dicintai oleh keluarga dan manusia pada umumnya. Ketentraman dan kerukunan akan diraih manakala setiap individu memiliki akhlak seperti yang dicontohkan Rasulallah SAW. Mengingat pentingnya pembinaan akhlak bagi terciptanya kondisi lingkungan yang harmonis, diperlukan upaya serius untuk menanamkan nilai-nilai tersebut secara intensif. Pembinaan akhlak berfungsi sebagai panduan bagi manusia agar mampu memilih dan menentukan suatu perbuatan dan selanjutnya menetapkan mana yang baik dan mana yang buruk.
Berdasarkan hasil observasi sementara, peneliti menemukan data bahwa krisis akhlak terjadi di lingkungan Madrasah Ibtidaiyah Negeri Desa Teluk Sentosa Kecamatan Panai Hulu Kabupaten Labuhanbatu. Problematika akhlak tersebut antara lain; 1) dalam berbicara siswa suka berbohong, mengucapkan perkataan yang kasar, mengejek, dan berteriak – teriak di dalam kelas, 2) dalam bersikap siswa suka membangkang, jahil, keras kepala dan melalaikan tanggung jawab, 3) dalam berpakaian siswa suka membuka auratnya dan memakai asesoris yang berlebihan ke sekolah, 4) dalam berprilaku siswa suka berkelahi, mencuri, merokok, ,menonton aksi-aksi pornografi, bahkan sampai melakukan pergaulan bebas.
Berdasarkan permasalahan tersebut, maka peneliti tertarik untuk mengangkat permasalahan tersebut dan dituangkan dalam skripsi ini dengan judul : “Akhlak Siswa dalam Berinteraksi dengan Lingkungannya di Madrasah Ibtidaiyah Negeri Teluk Sentosa Kecamatan Panai Hulu Kabupaten Labuhanbatu
B.     Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah dalam penulisan skripsi ini adalah sebagai berikut:
1.      Bagaimana akhlak siswa dalam berinteraksi dengan kepala sekolah di Madrasah Ibtidaiyah Negeri Desa Teluk Sentosa Kecamatan Panai Hulu Kab. Labuhanbatu ?
2.      Bagaimana akhlak siswa dalam berinteraksi dengan guru di Madrasah Ibtidaiyah Negeri Desa Teluk Sentosa Kecamatan Panai Hulu Kab. Labuhanbatu ?
3.      Bagaimana akhlak siswa dalam berinteraksi dengan orang tua di Madrasah Ibtidaiyah Negeri Desa Teluk Sentosa Kecamatan Panai Hulu Kab. Labuhanbatu ?
4.      Bagaimana akhlak siswa dalam berinteraksi dengan teman sebaya di Madrasah Ibtidaiyah Negeri Desa Teluk Sentosa Kecamatan Panai Hulu Kab. Labuhanbatu ?
5.      Bagaimana koordinasi yang dilakukan kepala sekolah, guru dan orang tua dalam membina akhlak siswa di Madrasah Ibtidaiyah Negeri Desa Teluk Sentosa Kecamatan Panai Hulu Kab. Labuhanbatu ?
C.     Tujuan Penelitian
Adapun Tujuan Penelitian ini dibuat adalah untuk mengetahui :
1.      Akhlak siswa dalam berinteraksi dengan kepala sekolah di Madrasah Ibtidaiyah Negeri Desa Teluk Sentosa Kecamatan Panai Hulu Kab. Labuhanbatu.
2.      Akhlak siswa dalam berinteraksi dengan guru di Madrasah Ibtidaiyah Negeri Desa Teluk Sentosa Kecamatan Panai Hulu Kab. Labuhanbatu.
3.      Akhlak siswa dalam berinteraksi dengan orang tua di Madrasah Ibtidaiyah Negeri Desa Teluk Sentosa Kecamatan Panai Hulu Kab. Labuhanbatu.
4.      Akhlak siswa dalam berinteraksi dengan teman di Madrasah Ibtidaiyah Negeri Desa Teluk Sentosa Kecamatan Panai Hulu Kab. Labuhanbatu.
5.      Koordinasi yang dilakukan kepala sekolah, guru dan orang tua dalam membina akhlak siswa di Madrasah Ibtidaiyah Negeri Desa Teluk Sentosa Kecamatan Panai Hulu Kab. Labuhanbatu.
D.    Manfaat Penelitian
1.      Manfaat Teoritis
Secara teoritis penelitian ini bermanfaat dalam rangka pengembangan khasanah ilmu pengetahuan tentang : “Akhlak Siswa dalam Berinteraksi dengan Lingkungannya di Madrasah Ibtidaiyah Negeri Desa Teluk Sentosa Kecamatan Panai Hulu Kabupaten Labuhanbatu”
2.      Manfaat Praktis
Adapun secara praktis penelitian ini bermanfaat bagi :
1)      Kepala Sekolah
Kepala sekolah senantiasa membimbing para guru dalam meningkatkan pembinaan akhlak kepada siswa
2)      Guru
Guru senantiasa membina akhak siswa terhadap lingkunganya dengan baik kepada siswa.
3)      Orang Tua
Orang tua senantiasa memberikan contoh atau teladan yang baik kepada siswa.
4)      Siswa
Siswa agar senantiasa berkahklak ketika berinteraksi dengan lingkungannya.









BAB II
TINJAUAN TEORITIS
A.     A k h l a k
1.      Pengertian Akhlak
Istilah akhlak sudah akrab ditengah kehidupan. Mungkin hampir semua orang mengetahui arti kata akhlak karena perkataan akhlak selalu dikaitkan dengan tingkah laku manusia. Akan tetapi, agar lebih jelas dan meyakinkan kata akhlak masih perlu untuk diartikan secara bahasa maupun istilah. Dengan demikian, pemahaman terhadap kata akhlak tidak sebatas kebiasaan praktis yang setiap hari kita dengar, tetapi sekaligus dipahami secara filosofis, terutama makna substansinya.
Akhlak, kata “akhlaq” berasal dari bahasa Arab,  yaitu jama’ dari “khuluqun” yang secara linguistik diartikan sebagai budi pekerti, perangai, tingkah laku atau tabiat, tata karma, sopan santun, adab, dan tindakan.[2] Tabiat atau watak dilahirkan karena hasil perbuatan yang diulang - ulang sehingga menjadi biasa. Perkataan akhlak sering disebut kesusilaan, sopan santun dalam bahasa Indonesia; moral, ethnic dalam bahasa Inggris, dan ethos, ethios dalam bahasa Yunani. Kata tersebut mengandung segi-segi persesuaian dengan perkataan khalqun yang berarti kejadian, yang juga erat hubungannya dengan khaliq yang berarti pencipta; demikian pula dengan makhluqun yang berarti yang diciptakan.
Adapun definisi akhlak menurut istilah ialah kehendak jiwa manusia yang menimbulkan perbuatan dengan mudah karena kebiasaan, tanpa memerlukan pertimbangan pikiran terlebih dahulu. Menurut Zuhairini akhlak dalam agama Islam ialah “Suatu ilmu yang dipelajari di dalamnya tingkah laku manusia, atau sikap hidup manusia (the human conduct) dalam pergaulan hidup”.[3]
Dalam pengertian yang agak luas, Dzakiah Drajat mengartikan akhlak merupakan “Kelakuan yang timbul dari hasil perpaduan antara nurani, pikiran, dan kebiasaan yang menyatu, membentuk suatu kesatuan tindakan akhlak yang dihayati dalam kenyataan hidup keseharian”[4].
Kemudian Mahjudin mengutip dari Imam Ghazali dalam kitabnya ihya ulumuddin mengatakan “Akhlak adalah suatu sifat yang tertanam dalam jiwa manusia yang daripadanya timbul perbuatan yang mudah dikerjakan tanpa melalui pertimbangan akal pikiran”.[5]
Namun menurut Asmaran As pada hakikatnya khulk (budi pekerti) atau akhlak ialah “Suatu kondisi atau sifat yang telah merasap dalam jiwa dan menjadi kepribadian hingga dari situ timbullah berbagai macam perbuatan dengan cara spontan dan mudah tanpa dibuat – buat dan tanpa pemikiran”.[6]
Selanjutnya M. Solihin mendefenisikan akhlak ialah kehendak dan kebiasaan manusia yang menimbulkan kekuasaan – kekuasaan yang sangat besar untuk melakukan sesuatu.[7] Ali Abdul Halim Mahmud juga menuturkan bahwa akhlak adalah “Sebuah sistem yang lengkap yang terdiri dari karakteristik akal atau tingkah laku yang membuat seseorang menjadi istimewa.” [8]
Menurut Beni Ahmad Saebani yang mengambil pemahaman dari QS. Al – Alaq 1-5 mengartikan Akhlak sebagai berikut :
Tindakan (kreativitas) yang tercermin pada akhlak Allah SWT yang salah satunya dinyatakan sebagai pencipta manusia dari segumpal darah; Allah SWT sebagai sumber pengetahuan yang melahirkan kecerdasan manusia, pembebasan dari kebodohan serta peletak dasar yang paling utama dalam pendidikan.[9]

Selain itu M. Yatimin mengartikan akhlak ialah “Suatu kondisi atau sifat yang telah meresap dalam jiwa dan menjadi kepribadian”.[10] Terakhir akhlak yang di artikan oleh Sumaiyah adalah pola interaksi seorang hamba terhadap Tuhan dan manusia.[11]
2.      Ruang Lingkup Akhlak
Muhammad Daud Ali menyatakan bahwa dalam garis besarnya akhlak terbagi dalam dua bagian, pertama adalah akhlak terhadap Allah/Khaliq (pencipta) dan kedua adalah akhlak terhadap makhluknya (semua ciptaan Allah).[12] Dan ruang lingkup akhlak, di antaranya adalah :
a.      Akhlak Terhadap Allah SWT
Akhlak kepada Allah SWT dapat diartikan sebagai sikap/perbuatan yang seharusnya dilakukan oleh manusia sebagai makhluk kepada Tuhan yang Khaliq.
Sekurang-kurangnya ada empat alasan mengapa manusia perlu berakhlak kepada Allah :
1)      Karena Allah yang telah menciptakan manusia dan menciptakan manusia di air yang ditumpahkan keluar dari antara tulang punggung dan tulang rusuk. (Q.S. al-Thariq : 5-7). Dalam ayat lain, Allah menyatakan bahwa manusia diciptakan dari tanah yang kemudian diproses menjadi benih yang disimpan dalam tempat yang kokoh (rahim) setelah ia menjadi segumpal darah, daging, dijadikan tulang dan dibalut dengan daging, dan selanjutnya diberikan ruh. (Q.S. Al-Mu’minun : 12-13)
2)      Karena Allah lah yang telah memberikan perlengkapan panca indera, berupa pendengaran, penglihatan, akal, pikiran dan hati sanubari. Di samping anggota badan yang kokoh dan sempurna pada manusia.
3)      Karena Allah lah yang telah menyediakan berbagai bahan dan sarana yang diperlukan bagi kelangsungan hidup manusia, seperti bahan makanan yang berasal dari tumbuh-tumbuhan, air, udara, binatang dan ternak dan lain sebagainya. (Q.S.al Jatsiah : 12-13)
4)      Allah lah yang telah memuliakan manusia dengan diberikannya kemampuan untuk menguasai daratan dan lautan. (Q.S. al-Isra’ : 70)[13]
Dalam berakhlak kepada Allah SWT., manusia mempunyai banyak cara, di antaranya dengan taat dan tawadduk kepada Allah, karena Allah SWT menciptakan manusia untuk berakhlak kepada-Nya dengan cara menyembah kepada-Nya, sebagaimana fiman Allah SWT dalam Q.S. 51/Adz-Dzariyat : 56 :
وَمَا خَلَقْتُ الْجِنَّ وَاْلاِنْسَ اِلاَّ لِيَعْبُدُوْنِ
Artinya : “Dan Aku (Allah) tidak menciptakan jin dan manusia,melainkan supaya mereka menyembah kepada-Ku”. (Q.S. adz-Dzariyat : 56)[14]
Ada dua dimensi dalam berakhlak kepada Allah SWT :
1.      Akhlak kepada Allah karena bentuk ketaatan (kewajiban kepada Allah)
Perintah untuk taat kepada Allah ditegaskan dalam firman-Nya yaitu dalam Q.S. 4/An-Nisaa : 59 :
يا اَيُّهَا الَّذِيْنَ امَنُوْا اَطِيْعُوْ اللهَ وَاَطِيْعُوْ الرَّسُوْلَ وَاُولىِ اْلاَمْرِ مِنْكُمْ ج فَاِنْ تَنزَعْتُمْ فىِ شَئٍ فَرُدُّوْهُ اِلىَ اللهِ وَالرَّسُوْلِ اِنْ كُنْتُمْ تُؤْ مِنُوْنَ بِاللهِ وَالْيَوْمِ اْلاخِرِ ط ذلِكَ خَيْرٌ وَاَحْسَنُ تَأْوِيْلاً
Artinya : Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul (Nya) dan ulil amri di antara kamu, kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al-Qur’an) dan Rasul (Sunnahnya), jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian. Yang demikian itu lebih utama bagimu dan lebih baik akibatnya.(Q.S. An-Nisaa : 59)[15]

Akhlak kepada Allah adalah taat dan cinta kepada-Nya, mentaati Allah berarti melaksanakan segala perintah-Nya dan menjauhi larangan-Nya,di antaranya melaksanakan shalat wajib lima waktu.
2.      Akhlak kepada Allah karena bentuk tawadduk kepada Allah (keikhlasan dalam melaksanakan perintah-Nya).
Tawadduk adalah sikap merendahkan diri terhadap ketentuan-ketentuan Allah SWT, sebagaimana firman Allah SWT dalam Q.S. 23/Al-Mukminun : 1-7 :
قَدْ اَفْلَحَ الْمُؤْمِنُوْنَ. اَلَّذِيْنَ فِىْ صَلاَتِهِمْ خشِعُوْنَ. وَالَّذِيْنَ هُمْ عَنِ الَّلغْوِمُعْرِضُوْنَ. وَالَّذِيْنَ هُمْ لِلزَّكوةِ فعِلُوْنَ. وَالَّذِيْنَ هُمْ لِفُرُجِهِمْ حفِظُوْنَ. اِلاَّعَلىاَزْوجِهِمْ اَوْمَامَلَكَتْ اَيْمنُهُمْ فَاِنَّهُمْ غَيْرُمَلُوْمِيْنَ
Artinya : “Sesungguhnya beruntunglah orang-orang yang beriman, (yaitu) orang-orang yang khusyu’ dalam sembahyangnya, dan orang-orang yang menjauhkan diri dari (perbuatan dan perkataan) yang tiada berguna, dan orang-orang yang menunaikan zakat, dan orang-orang yang menjaga kemaluannya, kecuali terhadap istri-istri mereka atau budak yang mereka miliki. Maka sesungguhnya mereka dalam hal ini tiada tercela”. (Q.S. al-Mukminun : 1-7)[16]

Untuk menumbuhkan sikap tawadduk, manusia harus menyadari asal kejadiannya, menyadari bahwa hidup di dunia ini terbatas, memahami ajaran Islam, menghindari sikap sombong, menjadi orang yang pemaaf, ikhlas, bersyukur, sabar dan sebagainya.
b.      Akhlak Terhadap Sesama Manusia
Akhlak terhadap sesama manusia,antara lain meliputi akhlak terhadap Rasul, orang tua (ayah dan ibu), guru atau yang berwenang di lembaga pendidikan, tetangga dan masyarakat.
1.      Akhlak terhadap Rasulullah
Akhlak karimah kepada Rasulullah adalah taat dan cinta kepadanya, mentaati Rasulullah berarti melaksanakan segala perintahnya dan menjauhi larangannya. Ini semua telah dituangkan dalam hadits (sunnah) beliau yang berwujud ucapan, perbuatan dan penetapannya. Dan sebagaimana firman Allah SWT dalamQ.S. 4/An-Nisaa : 80 :
مَنْ يُّطِعِ الرَّسُوْلَ فَقَدْ اَطَاعَ اللهَ وَمَنْ تَوَ لىّ فَمَا اَرْسَلْنكَ عَلَيْهِمْ حَفِيْظًا
Artinya : “Barangsiapa yang menaati Rasul, sesungguhnya ia telah menaati Allah, dan barangsiapa yang berpaling (dari ketaatan), maka kami tidak mengutusmu untuk menjadi pemelihara bagi mereka”. (Q.S.an-Nisaa : 80).[17]
2.      Akhlak terhadap Orang Tua (ayah dan ibu)
Wajib bagi umat Islam untuk menghormati kedua orang tuanya, yaitu dengan berbakti, mentaati perintahnya dan berbuat baik kepada keluarganya, di antaranya berbicara dengan perkataan yang baik. Firman Allah SWT dalam Q.S. 17/Al-Isra : 23 :
وَقَض رَبُّكَ اَلاَّتَعْبُدُوْا اِلاّ اِيَّاهُ وَبِالْولِدَيْنِ اِحْسنًاط اِمَّايَبْلُغَنَّ عِنْدَكَ الْكِبَرَاَحَدُهُمَا اَوْكِلاَهُمَا فَلاَتَقُلْ لَّهُمَا اُفٍّ وَّلاَ تَنْهَرْ هُمَاوَقُلْ لَّهُمَا قَوْلاًكَرِيْمًا
Artinya :“Dan Tuhanmu telah memerintahkan supaya kamu jangan menyembah selain Dia dan hendaklah kamu berbuat baik pada ibu bapakmu dengan sebaik-baiknya. Jika salah seorang di antara keduanya atau kedua-duanya berumur lanjut dalam pemeliharanmu, maka sekali-kali janganlah kamu mengatakan kepada kaduanya perkataan “ah” dan janganlah kamu membentak mereka dan ucapkanlah kepada mereka perkataanm yang mulia. (Q.S. al-Isra’ : 23).[18]


3.      Akhlak terhadap Kepala Sekolah dan Guru
Akhlakul karimah kepada guru dan Kepala Sekolah di antaranya dengan menghormatinya, berlaku sopan di hadapannya, mematuhi perintah-perintahnya, baik itu di hadapannya ataupun di belakangnya, karena guru adalah spiritual father atau bapak rohani bagi seorang murid, yaitu yang memberi santapan jiwa dengan ilmu, membina akhlak dan membenarkannya.
Penyair Syauki telah mengakui pula nilainya seorang guru dengan kata-katanya “Berdiri dan hormatilah guru dan berilah penghargaan, seorang guru itu hampir saja merupakan seorang Rasul.”[19]
4.      Akhlak terhadap Teman Sebaya
Teman sebaya adalah teman yang sederajat dengan kita. Contoh teman sebaya adalah teman sekelas di sekolah, teman belajar atau teman bermain. Sesama teman sebaya harus saling menolong, saling menghormati, dan saling peduli satu sama lainnya. Kalau kita bergaul baik dengan teman sebaya, kita akan mempunyai banyak teman di mana saja kita berada.
Adab bergaul dengan teman sebaya  antara lain :

1)      Mengucapkan assalamu’alaikum setiap kali bertemu teman
2)      Menghormati teman sebaya dan selalu berbaik baik kepada mereka
3)      Memaafkan kesalahan teman bila mereka lupa atau tidak sengaja melakukan kesalahan
4)      Tidak menghina dan meremehkan teman
5)      Tidak pelit dan tidak sombong kepada teman.[20]

Anak yang bagus adabnya akan disukai oleh teman-temannya. Oleh karena itu, agar dicintai dan dihormati teman-teman sebaya, kita harus bergaul kepada mereka dengan adab yang baik.
5.      Akhlak terhadap Tetangga dan Masyarakat
Pentingnya akhlak tidak terbatas pada perorangan saja, tetapi penting untuk bertetangga, masyarakat, umat dan kemanusiaan seluruhnya. Di antaranya akhlak terhadap tetangga dan masyarakat adalah saling tolong menolong, saling menghormati, persaudaraan, pemurah, penyantun, menepati janji, berkata sopan dan berlaku adil. Allah SWT berfiman dalam al-Qur’an Q.S. 5/Al-Maaidah : 2 :
وَتَعَاوَنُوْاعَلَىالْبِرِّ وَالتَّقْوَىصوَلاَتَعَاوَنُوْا عَلَى اْلاِثْمِ وَالْعُدْوانِص وَاتَّقُوا اللهَ ط اِنَّ اللهَ شَدِيْدُالْعِقَابِ
Artinya : “Dan tolonglah menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan taqwa dan janganlah tolong menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran. Dan bertaqwalah kamu kepada Allah,sesungguhnya Allah amat berat siksanya”. (Q.S. Al-Maaidah : 2)[21]

6.      Akhlak Terhadap Lingkungan
Yang dimaksud dengan lingkungan di sini adalah segala sesuatu yang berada di sekitar manusia, baik binatang, tumbuh-tumbuhan, maupun benda-benda tidak bernyawa. Pada dasarnya, akhlak yang diajarkan Al-Qur’an terhadap lingkungan bersumber dari fungsi manusia sebagai khalifah.
Binatang, tumbuhan, dan benda-benda tidak bernyawa semuanya diciptakan oleh SWT., dan menjadi milik-Nya, serta semua memiliki ketergantungan kepada-Nya. Keyakinan ini mengantarkan sang muslim untuk menyadari bahwa semuanya adalah “umat” Tuhan yang seharusnya diperlakukan secara wajar dan baik, seperti firman Allah SWT dalam Q.S. 6/Al-An’aam : 38 :
وَمَامِنْ دَآ بَّةٍ فىِ اْلاَرْضِ ولاَ طَئِرٍ يَّطِيْرُ بِجَنَا حَيْهِ اِلاَّ اُمَمٌ اَمْثَالُكُمْ ط مَافَرَطْنَا فىِ الْكِتبِ مِن شَيْئٍ ثُمَّ اِلى رَبِّهِمْ يُحْشَرُوْنَ
Artinya : “Dan tiadalah binatang-binatang yang ada di bumi dan burung-burung yang terbang dengan kedua sayapnya, melainkan umat-umat (juga) seperti kamu. Tiadalah kami alpakan sesuatupun di dalam Al Kitab, kemudian kepada Tuhanlah mereka dihimpunkan.” (Q.S. Al-An’aam : 38)[22]

3.      Metode Mendidik Akhlak
Didalam pendidikan akhlak terdapat metode yang dapat digunakan, gunanya untuk memperudah seorang pendidik (Guru, Orang tua dan Sebagainya) membina akhlak anak. Karena tidak mudah untuk mendidik akhlak seorang anak sebab dalam fase – fase yang berbeda maka lain pula karakter anak tersebut. Disini akan dijelaskan beberapa metode mendidik akhlak yang digunakan dan telah diterapkan sejak dahulu.




a.      Mendidik Melalui Keteladanan
Konsep dan persepsi pada diri seorang anak remaja dipengaruhi oleh unsur dari luar diri mereka. [23] Agar seorang anak meniru sesuatu yang positif dari orang tua, guru atau orang yang dianggap ia idolakan, menjadi kemestian mereka itu semua harus menjadikan dirinya sebagai uswatun hasanah dengan menampilkan diri sebagai sumber norma, budi yang luhur, dan perilaku yang mulia. Pentingnya keteladanan dalam mendidik anak, termasuk anak remaja menjadi pesan kuat dari Al- Qur’an. Sebab keteladanan adalah sarana penting dalam pembentukan karakter seseorang.
Oleh karenanya pula, menurut Dr. Seto Mulyadi (Kak Seto), bahwa semua hal yang perlu diajarkan kepada anak, unsur keteladanan dari orang tua berada diatas posisi teratas. “Anak – anak (termasuk usia remaja) akan mudah meniru apa pun yang dilihatnya. Jadi ketika orangtua menerapkan perilaku terpuji dan bertutur kata yang halus, itu seudah merupakan permulaan pendidikan agama (etika) kepada anak – anak.”[24]
b.      Mendidik Melalui Perhatian
Perhatian adalah satu hal yang mutlak dilakukan disamping memberi lingkungan yang aman sehingga anak remajanya tahu harus pergi kemana saat hatinya gundah. Sebagaimana Allah berfirman dalam Al – Qur’an Surah at – Tahrim ayat 6 :
$pkšr'¯»tƒ tûïÏ%©!$# (#qãZtB#uä (#þqè% ö/ä3|¡àÿRr& ö/ä3Î=÷dr&ur #Y$tR $ydߊqè%ur â¨$¨Z9$# äou$yfÏtø:$#ur $pköŽn=tæ îps3Í´¯»n=tB ÔâŸxÏî ׊#yÏ© žw tbqÝÁ÷ètƒ ©!$# !$tB öNèdttBr& tbqè=yèøÿtƒur $tB tbrâsD÷sムÇÏÈ
Artinya : “Hai orang – orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluarga mu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya malaikat – malaikat yang kasar, keras, dan tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka, dan mengerjakan apa yang diperintahkan.”

c.       Mendidik Melalui Kasih Sayang
Memberikan kasih sayang merupakan metode yang paling sangat berpengaruh dan efektif dalam mendidik anak. Sebab kasih sayang memilki daya tarik dan memotivasi akhlak yang baik, serta memberikan ketenangan kepada anak yang nakal sekalipun.
d.      Mendidik Melalui Nasihat
Bila kita buka Al – Qur’an kita akan menemukan tentang metode nasihat yang dilakukan oleh para para Nabi kepada kaumnya, seperti Nabi Shaleh as, yang menasihati kaumnya agar menyembah Allah, dan Nabi Ibrahim as, yang menasihati ayahnya agar tidak menyembah berhala dan tidak lagi membuat patung. Begitu pula Al – Qur’an mengisahkan Luqman memberi nasihat kepada anaknya agar menyembah Allah dan berbakti kepada orangtuanya, serta melakukan sifat – sifat terpuji seperti yang terdapat dalam QS. Luqman : 12-13.
ôs)s9ur $oY÷s?#uä z`»yJø)ä9 spyJõ3Ïtø:$# Èbr& öä3ô©$# ¬! 4 `tBur öà6ô±tƒ $yJ¯RÎ*sù ãä3ô±o ¾ÏmÅ¡øÿuZÏ9 ( `tBur txÿx. ¨bÎ*sù ©!$# ;ÓÍ_xî ÓÏJym ÇÊËÈ øŒÎ)ur tA$s% ß`»yJø)ä9 ¾ÏmÏZö/ew uqèdur ¼çmÝàÏètƒ ¢Óo_ç6»tƒ Ÿw õ8ÎŽô³è@ «!$$Î/ ( žcÎ) x8÷ŽÅe³9$# íOù=Ýàs9 ÒOŠÏàtã ÇÊÌÈ

Artinya : “ Dan Sesungguhnya Telah kami berikan hikmat kepada Luqman, yaitu: Bersyukurlah kepada Allah. dan barangsiapa yang bersyukur (kepada Allah), Maka Sesungguhnya ia bersyukur untuk dirinya sendiri; dan barangsiapa yang tidak bersyukur, Maka Sesungguhnya Allah Maha Kaya lagi Maha Terpuji. Dan (Ingatlah) ketika Luqman Berkata kepada anaknya, di waktu ia memberi pelajaran kepadanya: "Hai anakku, janganlah kamu mempersekutukan Allah, Sesungguhnya mempersekutukan (Allah) adalah benar-benar kezaliman yang besar.”

e.      Mendidik Melalui Curhat
Metode curhat dalam bentuk saling bertanya dan menjawab dengan penuh perasaan curahan hati yang paling dalam merupakan cara paling cemerlang karena jawaban akan datang atau langsung keluar dari anak itu sendiri. Sebagaimana yang pernah dilakukan oleh Rasullullah SAW, ketika seorang pemuda meminta izin kepada beliau untuk mengizinkan pemuda tersebut berzina. Kemudian yang akhirnya pemuda itu tidak lagi tersirat keinginan untuk berzina.
f.        Mendidik Melalui Pembiasaan
Pada dasarnya manusia itu mempunyai potensi untuk menerima kebaikan dan keburukan dijelaskan Allah dalam firman-Nya “Dan demi jiwa serta penyempurnaannya (ciptaannya). Maka Allah mengilhamkan kepada jiwa itu (jalan) kefasikan dan ketakwaannya. Sesungguhnya beruntunglah orang yang mensucikan jiwa itu. Dan sesungguhnya merugilah orang yang mengotorinya” (QS. Asy-Syamsy : 7-10).
Dari ayat diatas dapat kita indikasikan bahwa manusia mempunyai kesempatan sama untuk membentuk akhlaknya, apakah dengan pembiasaan yang baik atau dengan pembiasaan yang buruk. Hal ini menunjukkan bahwa metode pembiasaan dalam membentuk akhlak mulai sangat terbuka luas, dan merupakan metode yang tepat.
g.      Mendidik Melalui Cerita dan Kisah
Metode cerita merupakan salah satu metode yang bisa digunakan dalam mendidik anak usia remaja. Sesungguhnya cerita dan atau kisah memiliki pengaruh yang sangat besar bagi jiwa si pendengarnya lantaran di dalamnya terkandung pentahapan dalam pengurutan berita, membuat kerinduan dalam pemaparannya, dan membuang pemikiran – pemikiran yang bercampur dengan emosi kemanusiaan.[25] Sebagai suatu metode, bercerita akan mengundang perhatian anak terhadap pendidik sesuai dengan tujuan mendidik. Adapun tujuannya adalah agar pembaca atau pendengar cerita/ kisah dapat membedakan perbuatan yang di ridhai Allah atau sebaliknya. Sehingga anak dapat mengaplikasikannya dikehidupan yang sesungguhnya.
h.      Mendidik Melalui Penghargaan dan Hukuman
Mendidik melalui penghargaan ialah metode dengan cara memberikan sebuah penghargaan, seperti hadiah, ucapan yang mengembirakan, dan lain sebagainya. Metode ini bisa menjadi sarana untuk perbaikan perilaku sehingga anak tidak terjerumus pada perilaku yang tercela juga memotivasi untuk melakukan perbuatan yang sama atau bahkan perbuatan yang lebih baik lagi.
Sedangkan melalui hukuman ialah metode dengan cara memberikan sanksi kepada anak karena berbuat kesalahan. Metode ini lebih baik dilakukan jika metode yang dijelaskan sebelumnya tidak berhasil diterapkan bagi seorang anak, karena hukuman atau dalam istilah lain punishment kurang baik dilakukan kepada anak karena sifat yang beraneka ragam pada anak akan memunginkan kepada ia tersinggung akan sanksi yang diberikan kepadanya.
i.        Mendidik Melalui Metode Menakut – Nakuti
Menurut Muhammad Zaairul Haq masih terdapat satu lagi metode pendidikan Islam yang dilakukan oleh Rasulullah SAW, yaitu menakut – nakuti.[26] Disini menakut – nakuti disini adalah memperingatkan akan sesuatu hal yang dilarang dengan mengabarkan sesuatu hal yang dilarang dengan menyebarkan akibat atau sesuatu yang akan terjadi bila mereka melakukan suatu hal yang dilarang tersebut.

B.     I n t e r a k s i
Adanya aspek organis-jasmaniah, psikis-rohaniah, dan sosial-kebersamaan yang melekat pada individu, mengakibatkan bahwa kodratnya ialah untuk hidup bersama manusia.[27] Manusia berinteraksi dengan sesamanya dalam kehidupan untuk menghasilkan pergaulan hidup dalam suatu kelompok sosial. Pergaulan hidup semacam itu barulah terjadi apabila manusia dalam hal ini orang perorangan atau kelompok-kelompok manusia bekerja sama, saling berbicara dan sebagainya untuk mencapai tujuan bersama mengadakan persaingan, pertikaian, dan lain-lain.
  1. Pengertian Interaksi
Kata Interaksi berasal dari kata ”inter” yang artinya ”antar ” dan ”aksi ” yang artinya tindakan. Interaksi berarti antar-tindakan.[28] Interaksi adalah suatu jenis tindakan atau aksi yang terjadi sewaktu dua atau lebih objek mempengaruhi atau memiliki efek satu sama lain. Ide efek dua arah ini penting dalam konsep interaksi, sebagai lawan dari hubungan satu arah pada sebab akibat. Kombinasi dari interaksi-interaksi sederhana dapat menuntun pada suatu fenomena baru yang mengejutkan. Dalam berbagai bidang ilmu, interaksi memiliki makna yang berbeda.
Menurut Drs. Soetomo istilah interaksi adalah suatu hubungan timbal balik antara orang satu dengan orang lainnya. Interaksi adalah proses dimana orang – orang berkomunikasi saling mempengaruhi dalam pikiran dan tindakan.[29] Seperti kita ketahui, bahwa manusia dalam kehidupan sehari-hari tidaklah lepas dari hubungan satu dengan yang lain.
Budaya masyarakat Indonesia yang mencerminkan sikap hidup penuh dengan kekeluargaan, mudah untuk saling kenal-mengenal satu dengan lainnya, menumbuhkan suasana keakraban dan meningkatkan rasa persatuan dan kesatuan diantara sesama serta menjunjung tinggi nilai-nilai adat kebiasaan. Kemudian jiwa gotong royong juga menjadi ciri khas dari masyarakat Indonesia. Kondisi ini sebagai konsekuensi logis dari naluri manusia sebagai makhluk yang berkeinginan untuk :
  1. Hasrat sosial
  2. Hasrat untuk mempertahankan diri
  3. Hasrat harga diri
  4. Hasrat meniru
  5. Hasrat berjuang
  6. Hasrat untuk mendapatkan kebebasan
  7. Hasrat untuk memberitahukan
  8. Hasrat bergaul
  9. Hasrat tolong-menolong dan simpatik[30]

Berdasarkan kutipan diatas jelas terlihat bahwa setiap manusia sangat mendambakan atau berkeinginan untuk dapat mengadakan interaksi dengan sesama makhluk hidup yang ada di lingkungannya. Terlepas dari adanya perbedaan suatu agama, suku, dan lain sebagainya. Dengan adanya interaksi yang diciptakan maka akan terjalin ikatan yang kuat disamping dapat menciptakan kerukunan antar individu maupun kelompok.
Adapun faktor-faktor yang mendasari berlangsungnya interaksi yaitu :
1)      Faktor Imitasi
Faktor imitasi mempunyai peranan sangat penting dalam proses interaksi. Salah satu segi positifnya adalah bahwa imitasi dapat membawa seseorang untuk mematuhi kaidah-kaidah yang berlaku.
2)      Faktor Sugesti
Yang dimaksud dengan sugesti disini adalah pengaruh psikis, baik yang datang dari dirinya sendiri maupun dari orang lain.
3)      Faktor Identifikasi
Identifikasi dalam psikologi berarti dorongan untuk menjadi identik (sama) dengan orang lain, baik secara lahiriah maupun batiniah. Disini dapat mengetahui bahwa hubungan sosial berlangsung pada identifiaksi adalah lebih mendalam daripada hubungan yang berlangsung atas proses – proses sugesti maupun imitasi.
4)      Faktor Simpati
Simpati adalah perasaan tertariknya orang yang satu terhadap orang yang lain. Simpati timbul tidak atas dasar logis rasional, melainkan berdasarkan penilaian perasaan seperti juga pada proses identifikasi.[31]

Berlangsungnya suatu proses interaksi yang didasarkan pada berbagai faktor diatas, diantaranya faktor imitasi, sugesti, identifikasi dan simpati. Faktor – faktor tersebut dapat bergerak sendiri-sendiri secara terpisah maupun dalam keadaan yang bergabung.
Hal – hal tersebut di atas merupakan faktor – faktor minimal yang menjadi dasar bagi berlangsungnya proses interaksi, walaupun di dalam kenyataan proses tadi memang masih kompleks, sehingga kadang – kadang sulit untuk membedakan yang antara faktor – faktor diatas.
Kemudian untuk terjadinya suatu interaksi maka diperlukan adanya syarat-syarat yang harus ada, yaitu :
1.      Adanya kontak sosial (social contact)
Kontak sosial adalah hubungan antara individu dengan individu, kelompok dengan kelompok. Sebagai gejala dari kontak tidak perlu terjadi dengan saling menyentuh saja melainkan orang dapat melakukan kontak sosial dengan mengadakan hubungan dengan orang lain tanpa harus terjadi kontak fisik. Misalnya, orang berbicara melalui telepon, berkirim surat, dan sebagainya.
2.      Adanya komunikasi
Komunikasi sering dikaitkan dengan berbicara, namun hal itu sudah biasa. Yang dimaksud dengan komunikasi sebenarnya adalah proses tafsiran tingkah laku atau perasaan – perasaan orang lain dalam bentuk pembicaraan, gerak-gerik badan, atau sikap-sikap tertentu. Secara singkat dapat diartikan sebagai proses menyampaikan pesan dari satu pihak ke pihak lain sehingga terjadi pengertian bersama.
  1. Bentuk - Bentuk Interaksi
Bentuk-bentuk interaksi dapat berupa kerja sama (coorperation), persaingan (competition), dan pertentangan (conflict). Dan bentuk interaksi tersebut dibagi menjadi dua bentuk yakni :
a.       Interaksi Asosiatif
1)      Kerja sama 
Kerjasama timbul karena orientasi orang perorangan terhadap kelompok-kelompok lainnya. Sehubungan dengan pelaksanaan kerja sama ada tiga bentuk kerja sama yaitu :
·        Barbaining, pelaksanaan perjanjian mengenai pertukaran barang dan jasa antara dua organisasi atau lebih.
·        Coorperation, proses penerimaan unsur-unsur baru dalam kepemimpinan atau pelaksanaan politik dalam suatu organisasi.
·        Coalition, kombinasi antara dua organisasi atau lebih yang mempunyai tujuan yang sama.[32]

2)      Akomodasi
Istilah akomodasi digunakan dalam dua arti, yaitu untuk menunjuk pada suatu keadaan, berarti suatu kenyataan adanya suatu keseimbangan dalam interaksi antara orang perorangan dan kelompok manusia.
b.      Interaksi Disosiatif
1)      Persaingan
Persaingan adalah bentuk interaksi yang dilakukan oleh individu atau kelompok yang bersaing untuk mendapatkan keuntungan tertentu bagi dirinya dengan cara menarik perhatian atau mempertajam prangsangka yang telah ada tanpa menggunakan kekerasan.
2)      Kontravensi
Kontravensi adalah bentuk interaksi yang berbeda antara persaingan dan pertentangan. Kontravensi ditandai oleh adanya ketidakpastian terhadap diri seseorang, perasaan tidak suka yang disembunyikan dan kebencian terhadap kepribadian seseorang.
3)      Pertentangan
Pertentangan adalah suatu bentuk interaksi individu atau kelompok sosial yang berusaha untuk mencapai tujuannya dengan jalan menentangpihak lain disertai ancaman atau kekerasan.[33]



















BAB III
 METODE PENELITIAN
A.     Pendekatan Penelitian
Strauss dan Corbin yang menyatakan bahwa penelitian kualitatif adalah penelitian tentang kehidupan seseorang, cerita, perilaku, dan juga tentang fungsi organisasi, gerakan sosial, atau hubungan timbal balik.[34]
Kemudian Creswell juga menyatakan bahwa pendekatan kualitatif adalah suatu proses penelitian dan pemahaman yang berdasarkan pada metodologi yang menyelidiki suatu fenomena social dan masalah manusia. Pada pendekatan ini, peneliti membuat suatu gambaran kompleks, meneliti kata-kata, laporan terinci dari pandangan responden, dan melakukan studi pada situasi yang di alami.[35]
Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif, karena disini peneliti ingin menggali secara maksimal fenomena sosial tentang “Akhlak siswa dalam berinteraksi dengan lingkungannya di Madrasah Ibtidaiyah Negeri Desa Teluk Sentosa Kecamatan Panai Hulu Kabupaten Labuhanbatu.”
B.     Lokasi Penelitian
Penelitian yang berjudul “Akhlak Siswa dalam Berinteraksi dengan lingkungannya” ini akan dilakukan di Madrasah Ibtidaiyah Negeri Desa Teluk Sentosa Kecamatan Panai Hulu Kabupaten Labuhanbatu yang merupakan satu-satunya Madrasah Ibtidaiyah Negeri di Kecamatan Panai Hulu Kabupaten Labuhanbatu, yang mana madrasah terdiri dari sebagai berikut :
Data Madrasah Ibtidaiyah (MI)
Data MI Berdasarkan Lokasi, Kondisi Ruang dan Sarana

No
Nama kab/ kota
Jumlah Ruangan
Kondisi Ruangan
Kelas
Perpus
Lab
Guru
Total
B
RS
RB
Jlh
1.
MIN Teluk Sentosa
6
1
-
1
8
8
-
-
8


-
-
-
-
-
-
-
-
-

Adapun alasan peneliti memilih Madrasah Ibtidaiyah Negeri Desa Teluk sentosa Kecamatan Panai Hulu Kabupaten Labuhanbatu sebagai lokasi penelitian adalah dikarenakan ingin mengetahui sejauh mana akhlak siswa dalam berinteraksi terhadap lingkungannya.
C.     Subjek Penelitian
Subjek yang diteliti dalam penelitian  kualitatif disebut informan yang dijadikan teman untuk menggali informasi yang dibutuhkan peneliti. Spradley menjelaskan bahwa informan yang dipilih haruslah seseorang yang benar – benar memahami kultur atau situasi yang ingin diteliti untuk memberikan informasi kepada peneliti.[36]
Pada penlitian ini peneliti menggunakan teknik purposive sampling untuk menentukan penelitian. Adapun subjek pada penelitian ini adalah 1) Kepala Sekolah, 2) Guru, 3) Orang Tua, 4) Siswa/ Teman sebaya.
D.    Instrumen Penelitian Data
Instrumen penelitian data yang dipilih dalam penelitian ini adalah observasi partisipasi, pengkajian dokumen, dan wawancara. Strategi observasi partisipasi digunakan sebagai instrument utama dalam penelitian ini, yakni untuk menjaring data mengenai “Akhlak Siswa dalam Berinteraksi dengan Lingkungannya di Madrasah Ibtidaiyah Negeri Desa Teluk Sentosa Kecamatan Panai Hulu Kabupaten Labuhanbatu”, yang mencakup akhlak siswa dalam berinteraksi terhadap kepala sekolah, guru, orang tua, teman sebaya. Adapun strategi pengkajian dokumen yang digunakan untuk mengumpulkan data tentang bagaimana koordinasi yang diberikan kepala sekolah dan guru, kepada pembinaan akhlak siswa. Strategi wawancara digunakan sebagai penunjang strategi pengkajian dokumen dan sebagai strategi untuk menggali informasi lain yang berkaitan dengan focus penelitian.
E.     Pengolahan dan Analisis Data
Setelah data atau informasi yang dibutuhkan dalam penelitian diperoleh, maka selanjutnya data tersebut diolah sesuai menurut jenisnya.
Data ini diolah dengan beberapa tahapan :
  1. Peneliti berusaha meneliti masalah penelitian sesuai dengan fokus penelitian.
  2. Peneliti berusaha mengumpulkan data dengan instrumen data.
  3. Peneliti berusaha menyajikan data dengan deskripsi naratif kualitatif yang dipaparkan secara ilmiah.
Menurut Sukardi ada beberapa elemen penting dalam analisis data yang perlu terus di ingat oleh setiap peneliti dalam melakukan kegiatan analisis data adalah sebagai berikut :[37]
  1. Reduksi
Reduksi data diartikan sebagai proses pemilihan, pemusatan perhatian pada penyederhanaan, pengabstrakan dan transformasi data. Pada tahap reduksi data, peneliti mengubah seluruh data yang telah di dapat tentang hal-hal yang berkaitan dengan “Akhlak siswa dalam Berinteraksi dengan lingkungannya di Madrasah Ibtidaiyah Negeri Desa Teluk Sentosa Kecamatan Panai Hulu Kabupaten Labuhanbatu” ke dalam bentuk yang lebih sederhana agar mudah dikelola dan dipahami.
  1. Penyajian Data
Pada tahap penyajian data peneliti menggabungkan seluruh data yang di dapat menjadi sebuah teks naratif, yang kemudian diubah menjadi bentuk grafik sehingga peneliti dapat mengetahui apa yang terjadi untuk menarik kesimpulan.
  1. Menarik Kesimpulan/ Verifikasi
Dalam tahap analisis data, peneliti melakukan tinjauan ulang terhadap catatan lapangan yang berkaitan dengan “Akhlak Siswa dalam Berinteraksi dengan Lingkungannya di Madrasah Ibtidaiyah Negeri Desa Teluk Sentosa Kecamatan Panai Hulu Kabupaten Labuhanbatu”, saling tukar pikiran dengan teman sejawat untuk mengembangkan kesepakatan intersubjektifitas.
F.      Teknik Penjaminan Keabsahan Data
Pada penelitian ini, teknik yang digunakan untuk menjamin validitas ada 4 langkah, yaitu :[38]
1.      Kredebilitas
Untuk menjamin keabsahan data penelitian kualitatif peneliti melakukan perpanjangan pengamatan, dan melakukan diskusi dengan teman untuk mengetahui lebih mendalam tentang “Akhlak Siswa dalam Berinteraksi dengan Lingkungannya di Madrasah Ibtidaiyah Negeri Desa Teluk Sentosa Kecamatan Panai Hulu Kabupaten Labuhanbatu.”
2.      Uji Tranferabilitas
Pada langkah ini peneliti melakukan uraian rinci dari data yang telah di dapat dengan teori yang ada atau dari kasus lain yang sesuai dengan fokus penelitian ini yaitu tentang “Akhlak Siswa dalam Berinteraksi dengan Lingkungannya di Madrasah Ibtidaiyah Negeri Desa Teluk Sentosa Kecamatan Panai Hulu Kabupaten Labuhanbatu.” Sehingga pembaca capat menerapkan dalam konteks yang hampir sama.
3.      Uji Dependabilitas
Pada langkah ini peneliti melakukan audit terhadap keseluruhan proses penelitian. Selain itu peneliti mengumpulkan data sesuai dengan yang peneliti dapatkan di lapangan. Untuk menguatkan hal ini peneliti melampirkan beberapa photo, catatan lapangan selama melakukan penelitian.
4.      Uji Konfirmabilitas
Pada langkah konfirmabilitas mengkonsultasikan setiap langkah kegiatan kepada pembimbing, menyusun ulang fokus, penentuan konteks dan nara sumber, penetapan teknik pengumpulan data dan analisis data serta penyajian data penelitian.




BAB IV
BAB V
PENUTUP
A.     Kesimpulan
B.     Saran



[1] Dra. Zuhairini, dkk, Filsafat Pendidikan Islam, (Jakarta : Bumi Aksara, 2008), h. 53
[2] Beni Ahmad Saebani & Abdul Hamid, Ilmu Akhlak, (Bandung : CV. Pustaka Setia, 2010), h. 13
[3] Zuhairini, dkk, Filsafat Pendidikan Islam, (Jakarta : Bumi Aksara, 2008), h. 51
[4] Dzakiah Daradjat, Pendidikan Islam dalam Keluarga dan Sekolah, (Jakarta : CV. Ruhama, 1993), h. 10
[5] Mahjuddin, Membina Akhlak Anak, (Surabaya : Al – Ikhlas, 1995), h. 12
[6] Asmaran As, Pengantar Studi Akhlak, (Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada, 1994), h. 3
[7] M. Solihin & M. Rosyid Anwar, Akhlak Tasawuf, (Bandung : Penerbit Nuansa, 2005), h. 21
[8] Ali Abdul Halim Mahmud, Akhlak Mulia, (Jakarta : Gema Insani, 1425 H/ 2004 M), h. 27
[9] Beni Ahmad Saebani & Abdul Hamid, Ilmu Akhlak, (Bandung : CV. Pustaka Setia, 2010), h. 15
[10] M. Yatimin Abdullah, Studi Akhlak dalam Perspektif Al – Qur’an, (Jakarta : Amzah, 2007), h. 4
[11] Sumaiyah Muhammad al – Anshari, Menuju Akhlak Mulia, terjemahan Ahsan Askan,  (Jakarta : Cendikia, 2006), h. 19
[12] M. Daud Ali, Pendidikan Agama Islam, (Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada, 2000), h. 352.
[13] Abudin Nata, Akhlak Tasawuf, (Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada, 1997), h. 148.
[14] Departemen Agama Republik Indonesia, Al-Qur’an dan Terjemahnya,(Semarang : PT. Kumudasmoro Grafindo, 1994), h. 862.
[15] Ibid, h, 128
[16] Ibid., h. 526
[17] Ibid., h. 132
[18] Ibid., h. 427
[19] Muhammad Athiyah al-Abrasyi, Op.Cit., h. 136
[20] http://faiz-ahlakterhadapteman.blogspot.com/2009
[21] Departemen Agama Republik Indonesia, Al-Qur’an dan Terjemahnya,(Semarang : PT. Kumudasmoro Grafindo, 1994), h. 157
[22] Departemen Agama Republik Indonesia, Al-Qur’an dan Terjemahnya, (Semarang : PT. Kumudasmoro Grafindo, 1994), h. 192
[23] Amirulloh Syarbini dan Akhmad Khusaeri, Kiat – Kiat Mendidik Akhlak Remaja, (Jakarta : Kompas – Gramedia, 2012), h. 44
[24] Ibid, h. 47
[25] Ustman Qadri, Muhammad Sang Guru Agung, terjemahan Abdul Basith AB, (Yogyakarta : DIVA Press, 2003), h. 19
[26] Muhammad Zaairul Haq, Muhammad SAW sebagai Guruku, (Bantul : Kreasi Wacana, 2010), h. 149
[27] M. Munandar Soelaeman, Ilmu Sosial Dasar, (Bandung : PT. Refika Aditama, 2006), Cet. XII, h. 123
[29] Elly M. Setiadi, Ilmu Sosial dan Budaya Dasar, (Jakarta : Kencana, 2007), h. 90
[30] Abu Ahmadi, Sosiologi, (Surabaya : Bina Ilmu, 1985), h. 37-41
[31] Elly M. Setiadi, Op.Cit, h. 92-93
[32] Ibid, h. 97
[33] Ibid, h. 98-99
[34] Salim dan Syahrum, Metodologi Penelitian Kualitatif, (Bandung : Ciptapustaka Media, 2012), h. 87
[36] Salim dan Syahrum, Loc.Cit, h. 142
[37] Ibid, h. 148
[38] Ibid, h. 165